Tuesday, January 4, 2011

SISTEM MANAJEMEN TAMBANG

1.    TEORI SISTEM


Sistem dapat didefinisikan sebagai sekumpulan elemen-elemen yang saling terkait dan memiliki fungsi atau tujuan.

Contoh : Sebuah kursi dapat dianggap sebagai sistem, dimana kursi ini terdiri dari elemen-elemen yaitu berupa kaki, bagian penyangga (tempat duduk, paku-paku dll.) yang saling berhubungan dan memiliki fungsi untuk duduk.

Sebuah pabrik juga dapat diperlakukan sebagai sebuah sistem. Dalam hal ini elemen-elemennya terdiri dari bahan mentah sebagai masukan (input), proses transformasi beserta perlengkapannya, barang jadi sebagai keluaran (output) dan lain-lain. Semua elemen tersebut saling terkait satu sama lain dan diarahkan untuk satu tujuan yang sama yaitu memenuhi permintaan para konsumen.

Dalam kenyataan sehari-hari, sebuah sistem yang kita amati memiliki karakteristik ketergantungan yang tinggi terhadap sistem lain (lingkungan). Disamping itu sifatnya sangat dinamik, artinya sangat mudah berubah akibat pengaruh dari luar maupun dari dalam. Juga, dalam kenyataannya sistem yang kita amati cukup rumit untuk dapat dianalisa. Sistem yang demikian kita namakan "SISTEM KOMPLEKS".

Untuk memudahkan analisa, sering dilakukan penyederhanaan sistem kompleks. Penyederhanaan ini merupakan suatu interpretasi suatu sistem menjadi sebuah model. Jadi model adalah bentuk penyederhanaan dari sistem.

Dalam kehidupan dijaman modern ini, masalah yang muncul dalam suatu sistem sangat besar tingkat ketergantungannya terhadap sistem yang lain. Misalnya, solusi/pemecahan masalah dari suatu kasus belum tentu akan baik efeknya bagi sistem yang lain.

Sebagai contoh, masalah polusi bahan kimia dalam suatu pabrik dapat diatasi lewat pencucian limbah dengan mempergunakan sejumlah besar air. Akan tetapi, dilain pihak penggunaan air yang berlebihan ini menuntut pemasangan sumur bor yang tidak sedikit. Penggunaan sumur bor yang berkapasitas tinggi ini dapat mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat sekitar karena mereka tidak mendapatkan air dari dalam tanah akibat penyedotan air secara besar-besaran oleh industri tadi.

Jadi dalam sistem kompleks solusi dari suatu masalah sangat bergantung kepada masalah yang lain. Dengan kata lain penanganan suatu masalah yang muncul dalam suatu sistem, sangat memerlukan keterpaduan antar berbagai faktor dengan mempertimbangkan akibat dan dampak yang mungkin terjadi dan merugikan sistem yang  diamati maupun sistem yang lain.





1.1    Sistem kompleks dan teknologi

Sementara itu, peranan teknologi dirasakan cukup penting dalam rangka memecahkan masalah dalam suatu sistem. Sebagai contoh; peranan  komputer cukup besar dalam proses pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan ini menjadi proses yang harus dilewati dalam rangka mencari solusi pemecahan suatu masalah.

Akan tetapi, bagaimanapun juga pemanfaatan teknologi ini memerlukan kemampuan kita untuk mengorganisasikan semua aspek yang terkait dalam sistem sedemikian rupa sehingga teknologi tersebut benar-benar dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan yang ada. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk dapat meramalkan dampak penggunaan teknologi terhadap perubahan sosial, budaya ekonomi dan aspek-aspek lainnya.


2.    KEBUTUHAN AKAN MANAJEMEN


Dalam konotasi yang sederhana, kata manajer sering dikaitkan dengan hubungan antara bawahan dan atasannya dengan mempergunakan prinsip-prinsip komando/instruksi. Sedangkan dalam abad modern ini, fokus dari manajemen lebih ditekankan kepada organisasi dan sistem kompleks yang sangat erat kaitannya dengan masalah-masalah kompleks beserta solusinya.

Peranan manajemen dalam suatu organisasi yang kompleks adalah tidak sama dengan peranan manajemen dalam konotasi sederhana seperti tersebut di atas. Dalam hal ini manajemen ditekankan kepada banyak aspek yang dianggap sangat berpengaruh terhadap jalannya sistem organisasi.


Seorang manajer harus memiliki kapasitas dan wawasan dalam sistem pengendalian, perencanaan strategis, sistem personalia/manajemen sumber daya manusia dan sebagainya.

Di sini peranan informasi sangat menentukan. Arus informasi yang cepat dan sangat mudah berubah memerlukan cara  penanganan tersendiri oleh pihak manajer. Maka pengelolaan suatu sistem organisasi membutuhkan manajemen yang mampu mengantisipasi perkembangan sistem pada masa yang akan datang dan mengolah informasi sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi.


3.    MANAJEMEN SISTEM KOMPLEKS


Penanganan sistem kompleks memerlukan proses tersendiri. Untuk dapat mengelola suatu sistem yang kompleks, seorang manajer paling tidak harus memiliki :
1.  Wawasan teknologi dari sistem usaha yang dihadapi.
2.  Wawasan konsep dasar manajemen.
3.  Wawasan hubungan personalia.
4.  Kemampuan membuat konsep dan merealisasikannya dengan pendekatan sistem.

Banyak manajer yang mengetahui dan menguasai ilmu manajemen dan mengatur organisasi dengan gaya "manajemen murni", tetapi hanya sedikit sekali pengetahuannya tentang konteks teknologi dalam berorganisasi. Itulah sebabnya, seorang manajer, disamping harus memiliki wawasan sistem, harus pula memiliki wawasan teknologi.

Disamping itu, didalam mengolah sebuah sistem organisasi orang sering melupakan konsep dasar dari manajemen. Dalam hal ini kita dituntut untuk memiliki kemampuan perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian suatu rencana kerja.
Dalam pandangan tradisional, manajemen meliputi proses yang berkaitan dengan pencapaian tujuan.

Sementara itu, kitapun dapat mendefinisikan bahwa :
-    Manajemen adalah suatu proses yang mengelola kegiatan kelompok. Disini masalah pencapaian tujuan sudah tercakup didalamnya.
-    Seorang manajer merealisasikan pencapaian tujuan organisasi lewat proses kerja sama dengan orang banyak. Untuk dapat melakukan hal ini, ia harus membangun pola hubungan antar sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
-    Pengambilan keputusan memiliki peranan penting dalam proses manajemen.
-    Kepemimpinan menjadi bagian integral dari proses manajemen.



Tgl 11-12-2010

PENGAMBILAN KEPUTUSAN



11.1.  Konsep Dasar Pengambilan Keputusan

            Manusia merupakan bagian dari alam, yang hidupnya tidak lepas dari alam. Bila pada proses kehidupan manusia sejak ia diciptakan bahwa ia merupakan unsur yang semakin lama semakin mendominasi atas unsur-unsur lainnya dari alam ini, maka hal itu tidak lain adalah karena ia dibekali dengan kemampuan-kemampuan untuk bisa berkembang demikian. Segala proses yang terjadi di sekelilingnya dan di dalam dirinya dirasakannya dan diamatinya dengan menggunakan semua indera yang dimilikinya dipikirkannya, lalu ia berbuat dan bertindak.

            Dalam menghadapi segala proses yang terjadi di sekelilingnya dan di dalam dirinya, hampir setiap saat manusia membuat atau mengambil keputusan dan melaksanakannya, ini tentu dilandasi asumsi bahwa segala tindakannya secara sadar merupakan pencerminan hasil proses pengambilan keputusan dalam pikirannya; sehingga sebenarnya manusia sudah sangat terbiasa dalam membuat keputusan.

            Jika keputusan yang diambil tersebut perlu dipertanggung jawabkan kepada orang lain atau prosesnya memerlukan pengertian pihak lain, maka perlu untuk diungkapkan sasaran yang akan dicapai berikut kronologi proses pengambilan keputusannya (Mangkusubroto dan Tresnadi, 1987).



11.2.           Pengertian Pengambilan Keputusan
           
            Dari beberapa definisi pengambilan keputusan yang ditemukan, dapat dirangkum bahwa pengambilan keputusan di dalam suatu organisasi merupakan hasil suatu proses komunikasi dan partisipasi yang terus menerus dari keseluruhan organisasi. Hasil keputusan tersebut dapat merupakan pernyataan yang disetujui antar alternatif atau antar prosedur untuk mencapai tujuan tertentu. Pendekatannya dapat dilakukan, baik melalui pendekatan yang bersifat individual/kelompok, sentralisasi/desen-tralisasi, partisipasi/tidak berpartisipasi, maupun demokrasi/konsensus.

            Persoalan pengambilan keputusan, pada dasarnya adalah bentuk pemilihan dari berbagai alternatif tindakan, yang mungkin dipilih, yang prosesnya melalui mekanisme tertentu, dengan harapan akan menghasilkan sebuah keputusan yang terbaik. Penyusunan model keputusan adalah suatu cara untuk mengembangkan hubungan-hubungan logis yang mendasari persoalan keputusan ke dalam suatu model matematis, yang mencerminkan hubungan yang terjadi di antara faktor-faktor yang terlibat.

Apapun dan bagaimanapun prosesnya, satu tahapan lanjut yang paling sulit yang akan dihadapi pengambil keputusan adalah dalam segi penerapannya. Karena di sini perlu meyakinkan semua orang yang terlibat, bahwa keputusan tersebut memang merupakan pilihan terbaik. Semuanya akan merasa terlibat dan terkait pada keputusan tersebut. Ini adalah proses tersulit. Walaupun demikian, bila ini dapat disadari, maka proses keputusan secara bertahap, sistematik, konsisten, dan dalam setiap langkah sejak awal telah mengikutsertakan semua pihak, maka usaha tersebut dapat memberi hasil yang baik.
           
            Pada umumnya para penulis sependapat bahwa kata keputusan (decision) berarti pilihan (choice), yaitu pilihan dari dua atau lebih kemungkinan. Pengambilan keputusan hampir tidak merupakan pilihan antara yang benar dan yang salah, tetapi yang justru sering terjadi ialah pilihan antara yang “hampir benar” dan yang “mungkin salah”. Keputusan yang diambil biasanya dilakukan berdasarkan pertimbangan situasional, bahwa keputusan tersebut adalah keputusan terbaik. Walaupun keputusan biasa dikatakan sama dengan pilihan, ada perbedaan penting di antara keduanya. Sementara para pakar melihat bahwa keputusan adalah “pilihan nyata” karena pilihan diartikan sebagai pilihan tentang tujuan termasuk pilihan tentang cara untuk mencapai tujuan itu, baik pada tingkat perorangan atau pada tingkat kolektif. Selain itu, keputusan dapat dilihat pada kaitannya dengan proses, yaitu bahwa suatu keputusan ialah keadaan akhir dari suatu proses yang lebih dinamis yang diberi label “pengambilan keputusan”. Ia dipandang sebagai proses karena terdiri atas satu seri aktivitas yang berkaitan dan tidak hanya dianggap sebagai tindakan bijaksana. Dengan kata lain, keputusan merupakan sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan, yang terjadi setelah satu kemungkinan dipilih, sementara yang lain dikesampingkan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan pertimbangan ialah menganalisis beberapa kemungkinan atau alternatif, sesudah itu dipilih satu di antaranya (Salusu, 1996).
           
            Di balik suatu keputusan terdapat unsur prosedur, yaitu pertama-tama pembuat keputusan mengidentifikasi masalah, mengklasifikasi tujuan-tujuan khusus yang diinginkan, memeriksa bebagai kemungkinan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dan mengakhiri proses itu dengan menetapkan pilihan bertindak. Ataupun dengan kata lain, suatu keputusan sebenarnya didasarkan atas fakta dan nilai (facts and values). Keduanya sangat penting, tetapi tampaknya fakta lebih mendominasi nilai-nilai dalam pengambilan keputusan.
Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa setiap keputusan itu bertolak dari beberapa kemungkinan atau alternatif untuk dipilih. Setiap alternatif membawa konsekuensi-konsekuensi. Ini berarti, sejumlah alternatif itu berbeda satu dengan yang lain mengingat perbedaan dari konsekuensi-konsekuensi yang akan ditimbulkannya (Simon, 1960). Pilihan yang dijatuhkan pada alternatif itu harus dapat memberikan kepuasan, karena inilah yang merupakan salah satu aspek paling penting dalam keputusan.
           
            Apabila memperhatikan konsekuensi-konsekuensi yang muncul sebagai akibat dari suatu keputusan, hampir dapat dikatakan bahwa tidak akan ada satu pun keputusan yang akan menyenangkan setiap orang. Satu keputusan hanya bisa memuaskan sekelompok atau sebagian besar orang. Selalu ada saja kelompok atau pihak yang merasa dirugikan dengan keputusan itu. Dan apabila kerugian yang dirasakan itu kurang objektif, tidak tertutup kemungkinan bagi meraka untuk melakukan reaksi negatif terhadap keputusan itu. Pada sisi lain, suatu keputusan yang dibuat untuk suatu kelompok tertentu dapat pula mempunyai dampak bagi sebagian besar anggota organisasi. Itulah sebabnya para ahli teori pengambilan keputusan mengingatkan agar sebelum keputusan itu ditetapkan. Diperlukan pertimbangan yang menyeluruh tentang kemungkinan konsekuensi yang bisa timbul.

            Simon (1960) mengajukan model yang menggambarkan proses pengambilan keputusan. Proses ini terdiri dari tiga fase, yaitu :
1.  Penelusuran (intelligence).
Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperoleh, diproses, dan diuji dalam rangka mengidentifikasikan masalah.
2Perancangan (design).
Tahap ini merupakan proses menemukan, mengembangkan dan menganalisis alternatif tindakan yang bisa dilakukan. Tahap ini meliputi proses untuk mengerti masalah, menurunkan solusi dan menguji kelayakan solusi.
3.  Pemilihan (choice).
Pada tahap ini dilakukan proses pemilihan diantara berbagai alternatif tindakan yang mungkin dijalankan. Hasil pemilihan tersebut kemudian diimplementasikan dalam proses pengambilan keputusan.
           
            Meskipun pelaksanaan termasuk tahap tiga, namun ada beberapa pihak berpendapat bahwa tahap ini perlu dipandang sebagai bagian yang terpisah guna menggambarkan hubungan antar fase secara lebih komprehensif. Dalam hal ini, Model Simon juga menggambarkan konstribusi Sistem Informasi Manajemen (SIM) dan Ilmu Manajemen/Penelitian Operasional (Operations Research) (IM/OR) terhadap proses pengambilan keputusan, seperti terlihat pada Gambar 11.1.

Dari deskripsi ketiga tahap di bawah, jelas bahwa Pengolahan Data Elektrik (PDE) dan SIM mempunyai konstribusi dalam tahap penelusuran , sedangkan IM/OR berperan penting dalam tahap pemilihan. Tidak nampak pendukung yang berarti pada tahap perancangan, walaupun pada kenyataannya fase ini merupakan salah satu kontibusi dasar dari suatu Sistem Pendukung Keputusan.


          
11.3. Pengambilan Keputusan Individu dan Kelompok
           
            Pada dasarnya pengambilan keputusan kelompok berdasar pada pengambilan keputusan secara individu anggota kelompok. Berikut ini disajikan model-model pengambilan keputusan individual yang dikemukakan oleh Robbins (1991), dengan pendekatan contingency (model pengambilan keputusan yang dipilih dan digunakan sesuai dengan situasi tertentu), antara lain sebagai berikut :

11.3.1. Pengambilan Keputusan Individu

11.3.1.1. Model yang disederhanakan (the satisficing model)      
            Esensi dari model ini, pada saat dihadapkan pada masalah komplek, pengambil keputusan berusaha menyederhanakan masalah-masalah pelik sampai pada tingkat di mana dia siap untuk memahaminya. Hal ini dikarenakan secara manusiawi dia tidak mungkin memahami dan mencerna semua informasi penting secara optimal. Di dalam model ini pembatasan proses pemikiran diarahkan pada pengambilan keputusan dengan rasionalitas terbatas (bounded rationality), yaitu proses penyederhanaan model dengan mengambil inti masalah yang paling esensial tanpa melibatkan seluruh permasalahan yang konkrit.

            Rasionalitas terbatas adalah batas-batas pemikiran yang memaksa orang membatasi pandangan mereka atas masalah dan situasi. Pemikiran itu terbatas karena pikiran manusia tidak memiliki kemampuan untuk memisahkan dan mengolah informasi yang bertumpuk. Bagi para pengambil keputusan daripada mempertimbangkan enam atau delapan alternatif, lebih baik cukup bekerja dengan dua atau tiga alternatif untuk mencegah kekacauan. Pada dasarnya, manusia sudah berpikir logis dan rasional, tetapi dalam batas-batas yang sempit.
                                   
            Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya resionalitas terbatas, antara lain informasi yang datang dari luar sering sangat kompetitif atau informasi itu tidak sempurna, kendala waktu dan biaya, serta keterbatasan seorang pengambil keputusan yang rasional untuk mengerti dan memahami masalah dan informasi. Konsep ini memberi tekanan pada batas-batas dan rasionalitas pengambilan keputusan, di samping dapat menjelaskan mengapa dua orang yang menggunakan informasi sama, bisa menghasilkan keputusan yang berbeda.

Langkah-langkah model pengambilan keputusan ini adalah sebagai berikut :
1.  Penetapan tujuan (kebutuhan) pengambilan keputusan berkaitan dengan adanya masalah tertentu.
2.  Menyederhanakan masalah.
3.  Penetapan standar minimum dari serangkaian kriteria keputusan.
4.  Mengidentifikasi serangkaian alternatif yang dibatasi.
5.  Menganalisis dan membandingkan setiap alternatif, apakah memenuhi lebih besar atau sama (>) dengan standar minimum dari serangkaian keptusan .
6.  Apakah alternatif yang memenuhi syarat keputusan itu ada ?
7.  Jika ya, dipilih salah satu alternatif yang dianggap terbaik.
8.  Jika tidak, lakukan kembali pencarian alternatif seperti pada langkah ke-5

11.3.1.2. Model optimasi (the optimizing decision making model)

            Dalam model ini, seorang pengambil keputusan yang penuh keyakinan berusaha menyusun alternatif-alternatif, memperhitungkan untung rugi dari setiap alternatif itu terhadap tujuan organisasi. Sesudah itu ia memperkirakan kemungkinan timbulnya bermacam-macam kejadian di kemudian hari, mempertimbangkan dampak dari kejadian-kejadian itu terhadap alternatif-alternatif yang telah dirumuskan, dan kemudian menyusun urut-urutannya secara sistematis sesuai prioritas. Barulah ia membuat keputusan. Keputusan yang dibuatnya itu dianggap optimal karena setidaknya ia telah memperhitungkan semua faktor yang berkaitan dengan keputusan tersebut.
    
Model ini menggambarkan bagaimana individu harus memaksimalkan hasil dari keputusan yang diambilnya. Lima tahap/langkah yang harus diikuti, baik secara implisit maupun eksplisit dalam proses keputusan menurut model ini, yaitu :
1.  Tegaskan kebutuhan untuk suatu keputusan.
2.  Identifikasikan kriteria keputusan.
3.  Alokasikan bobot nilai pada kriteria.
4.  Kembangkan berbagai alternatif.
5.  Evaluasi alternatif-alternatif tersebut di atas.
6.  Pilih alternatif terbaik.

Asumsi untuk optimasi model adalah :
-       Berorientasi pada tujuan.
-       Pengambil keputusan dapat mengenal semua kriteria yang relevan dan dapat menyusun daftar dari semua alternatif yang masih aktif dan nyata.
-       Secara rasional semua kriteria dan alternatif disesuaikan dengan tujuannya.
-       Pengambilan keputusan yang rasional akan memilih peringkat tertinggi yang akan memberikan manfaat maksimum.

11.3.1.3. Model favorit implisit (the implicit favorite model)
                                   
Model favorit dirancang dalam kaitan dengan keputusan kompleks dan tidak rutin. Seperti halnya pada model yang disedernhanakan, pada model inipun menyangkut proses penyederhanaan masalah yang kompleks oleh individu pembuat keputusan. Bedanya dengan adalah bahwa model favorit implisit tidak memasuki tahap pengambilan keputusan melalui pengevaluasian alternatif yang cukup sulit karena perlu rasional dan obyektif.                                  
Pada awal proses keputusan, si pengambil keputusan sudah cenderung memilih alternatif yang dirasakan paling baik/disukai.

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1.  Penentuan kebutuhan untuk pengambilan keputusan karena ada masalah.
2.  Mengidentifikasi alternatif dan langsung menetapkan pilihan satu alternatif menurut preferensinya.
3.  Mengidentifikasi alternatif lain, kemudian dipilih lagi satu alternatif lain sebagai pembanding untuk mengukuhkan alternatif faforit.
4.  Pemilihan alternatif yang menjadi idaman si pengambilan keputusan.

11.3.1.4. Model intuisi (the intuitive model)
                       
Pembuatan keputusan intuisi didefinisikan sebagai suatu proses bawah sadar/tidak sadar yang timbul atau tercipta akibat pengalaman yang terseleksi. Tetapi model ini tidak berarti sama sekali dilaksanakan tanpa analisis rasional. Irrasional dan rasional saling melengkapi dalam proses keputusan menurut model ini. Terdapat dua pendekatan dalam menggunakan model intuisi, yaitu sebagai berikut :
-       Pendekatan depan-ujung.
Pengambil keputusan mencoba untuk menghindari menganalisis masalah secara sistematis. Di sini intuisi diberi kekuasaan penuh untuk mengembangkan suatu gagasan yang mencoba untuk memunculkan kemungkinan-kemungkinan yang luar biasa. Jadi keputusan tidak dibangun dari data-data yang lalu.
-       Pendekatan belakang-ujung.
Pengambilan keputusan menggunakan instuisi dengan bersandar/ mempercayakan pada analisis rasional untuk mengidentifikasi dan mengalokasi bobot nilai kriteria, seperti halnya untuk mengembangkan dan mengevaluasi berbagai alternatif. Pada saat tahap ini sudah dilaksanakan, si pengambil keputusan beristirahat satu atau dua hari dari kegiatan keputusan ini, sebelum menentukan pilihan keputusan akhir.



11.3.2. Pengambilan Keputusan Kelompok
           
Model pengambilan keputusan kelompok menurut Bodily (1985), diuraikan berikut ini. Uraian ini dimulai dari bentuk metode yang sederhana berlanjut ke bentuk lebih canggih, yang paling baik dilaksanakan dengan bantuan komputer. Dari semua ini Bodily ingin menggambarkan bahwa apapun metodenya pada dasarnya harus dapat memasukkan preferensi individu dan selanjutnya dapat mengakomodasikan berbagai kepentingan kelompok. Dikatakan pula bahwa begitu banyak jenis model dan metode keputusan kelompok yang disampaikan dalam kaitannya dengan masalah umum, akan tetapi apabila akan dibangun suatu model tertentu seyogyanya memilih pendekatan yang relevan dengan masalah dan tujuan tertentu.
           
Beberapa metode pengambilan keputusan kelompok yang dikemukakannya, antara lain adalah sebagai berikut :

11.3.2.1. Optimalitas pareto
                       
Perangkat optimal pareto memilih satu alternatif yang tidak didominasi oleh alternatif lainnya. Kekurangan dari pareto adalah adanya peringkat alternatif-alternatif yang lengkap yang belum diidentifikasi sehingga setiap individu memperoleh keuntungan dengan beralih dari alternatif non-pareto ke alternatif optimal pareto, karena pilihan kelompok dimulai jika perangkat pareto telah diidentifikasi. Pendekatan yang lebih baik adalah terlebih dahulu mengidentifikasi alternatif optimal pareto. Jika ada beberapa alternatif pareto, dibutuhkan metode lain untuk memilih satu alternatif. Dalam hal ini pareto dapat digunakan untuk menguji mutu dari pilihan tersebut.


11.3.2.2. Solusi tawar-menawar (The Nash bargaining solution)
                       
Salah satu cara memandang masalah keputusan kelompok adalah tawar menawar. Nash merumuskan masalah tawar menawar ini sampai kepada solusinya. Hasilnya adalah para pelaku harus meningkatkan produk yang bermanfaat bagi mereka masing-masing (product individual utilities). Peranan solusi Nash tersebut adalah menghitung sejauh mana keuntungan relatif dari suatu tawar menawar dengan nilai dasar yang akan berlaku, bila tidak ada kesepakatan. Pendekatan Nash didasarkan pada pengertian bersaing dari pembuat keputusan kelompok dan solusi kesetimbangan terhadap masalah tawar menawar. Dampak ancaman dari masing-masing pelaku ikut dipertimbangkan. Masing-masing individu  mencari kebaikan untuk kepentingan diri sendiri dan atau kelompoknya.

11.3.2.3. Utilitas tambahan
                       
Pengambilan keputusan ini didasarkan pada langkah lebih baik mencapai kebaikan bersama (kolektif) daripada untuk kebaikan individual yang tidak adil yang tidak mencapai tujuan bersama yang diharapkan. Fungsi utilitas kelompok merupakan jumlah yang ditimbang dari utilitas individual adalah

     U(z) = a1 u1 (Z1) + a2 u2 (Z2) +  .  .  .  + an un (Zn)

dimana Z = (z1, z2, . . . , zn) adalah vektor atau urutan tersusun dari imbalan yang diterima kepada/terhadap anggota kelompok dan ai adalah bobot yang diberikan kepada utilitas i individu.

Asumsi tentang peraturan keputusan kelompok adalah :
1.  Preferensi sosial (kelompok) memenuhi ketetapan untuk memaksimalkan utilitas yang diharapkan.
2.  Preferensi individual memenuhi ketetapan untuk memaksimalkan utilitas yang diharapkan.
3.  Bila dua arah prospek P dan Q sama baiknya dari sudut pandang setiap individu, hal ini juga sama baiknya dari sudut pandang sosial (kelompok).


11.4. Pendekatan Pengambilan Keputusan

Pengambil keputusan dapat membuat keputusan dengan menggunakan satu atau beberapa pertimbangan berikut :
1.  Fakta.
Seorang pengambil keputusan yang selalu bekerja secara sistematis akan mengumpulkan semua fakta mengenai satu masalah dan hasilnya ialah kemungkinan keputusan akan lahir dengan sendirinya. Artinya, fakta inilah yang akan memberi petunjuk keputusan apa yang akan diambil. Namum sebenarnya tidak semudah itu. Masalahnya, fakta yang ada tidak selamanya jelas dan lengkap. Bisa saja dua fakta melahirkan keputusan yang bertentangan pada saat pengambil keputusan harus mencari jalan keluar yang lain.
2.  Pengalaman.
Pengalaman adalah guru yang baik. Seorang pengambil keputusan harus dapat memutuskan pertimbangan pengambilan keputusan berdasarkan pengalamannya. Seorang pengambil keputusan yang sudah menimba banyak pengalaman tentu lebih matang dalam membuat keputusan daripada pengambil keputusan  yang sama sekali belum mempunyai pengalaman apa-apa. Namun, perlu diperhatikan bahwa peristiwa-peristiwa yang lampau tidak akan pernah sama dengan peristiwa-peristiwa pada saat ini. Oleh sebab itu penyesuaian terhadap pengalaman seorang pengambil keputusan senantiasa diperlukan.
Berikut ini disajikan beberapa pendekatan dalam pengambil keputusan dengan uraian sebagai berikut :

11.4.1. Rasional Analitis

Pengambilan keputusan rasional analitis mempertimbangkan semua alternatif dengan segala akibat dari pilihan yang diambilnya, menyusun segala akibat dan mempertimbangkan skala pilihan (scale of preferences) yang pasti, dan memilih alternatif yang memberi hasil maksimum.
           
Pendekatan ini merupakan model klasik dalam pengambilan keputusan bidang ekonomi dan bisnis. Model ini banyak memperoleh kritik karena dianggap kurang realistik karena hanya mempertimbangkan informasi-informasi yang diterima dengan mengabaikan beberapa pertimbangan lainnya.
           
Pendekatan proses pengambilan keputusan rasional memberi perhatian utama pada hubungan antara keputusan dengan tujuan dan sasaran dari pengambil keputusan. Suatu keputusan dapat dikatakan rasional jika ia dapat dijelaskan dan dibenarkan dengan berusaha mengaitkannya dengan sasaran dari pengambil keputusan. Dengan kata lain, keputusan ini dibuat untuk memenuhi maksud dari pengambil keputusan. Individu sebagai pengambil keputusan akan menyusun urutan-urutan tujuan dan sasaran yang dikehendaki sebelum ia mengidentifikasi alternatif yang akan dipilih. Prinsip ini juga akan berlaku pada satu kelompok yang bertugas mengambil keputusan, seperti sering dilihat dalam kalangan pemerintahan. Kelompok merupakan satu kesatuan kohesif yang bertugas merancang keputusan untuk memaksimalkan kebahagian bagi masyarakat terhadap tujuan keputusan.


11.4.2. Instuitif Emosional

Pengambil keputusan intuitif emosional menyukai kebiasaan dan pengalaman perasaan yang mendalam, pemikiran yang reflektif dan naluri dengan menggunakan proses alam bawah sadar. Proses ini dapat didorong oleh naluri, orientasi kreatif, dan konfrontasi kreatif. Dia mempertimbangkan sejumlah alternatif dan peluang secara serempak meloncat dari satu langkah dalam analisis atau  mencari yang lain dan kembali lagi. Mereka yang menentang pendekatan ini mengemukakan bahwa cara ini tidak secara efektif menggunakan semua sarana yang ada bagi pengambil keputusan modern.

Model pengambil keputusan yang menggunakan instuisinya seringkali dikritik sebagai immoral. Kritik yang sering dilontarkan terhadap pengambil keputusan serupa itu adalah karena kurang mengadakan analisis yang terkendali maka perhatian hanya ditujukan pada beberapa fakta dan melupakan banyak elemen penting. Dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan intuisi tidak banyak tergantung pada fakta yang lengkap. Dalam pendekatan ini, seseorang dapat mengambil keputusan dengan informasi yang sedikit.

11.4.3. Perilaku Politis

Berbeda dengan model-model pendekatan yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa cara pengambilan keputusan perilaku politis merupakan pengambilan keputusan individual dengan melakukan pendekatan kolektif.            Juga dianggap teori deskriptif yang menyarankan agar organisasi tempat pengambil keputusan bekerja membatasi pilihan yang ada. Keputusan diambil kalau beberapa orang yang terlibat dalam proses itu menyetujui bahwa mereka telah menemukan pemecahan. Mereka melakukan hal ini dengan saling menyesuaikan diri dan saling berunding mengikuti peraturan permainan cara mengambil keputusan dalam organisasi pada masa lalu. Pengambil keputusan harus mempertimbangkan apakah hasil keputusan itu dapat dilaksanakan secara politis.

Pada tingkat operasional, biasanya pendekatan pengambilan keputusan perilaku politik ini dilakukan melalui metoda-metoda berikut ini :
-       Metoda tawar-menawar inkremental (incremental-bargaining).
Metoda ini merupakan model paling mendasar dalam aktivitas organisasi, yaitu penyelesaian pengambil keputusan melalui negosiasi. Karakteristik dari inkrementalisme ialah bahwa keputusan tentang suatu kebijaksanaan terjadi dalam bentuk langkah-langkah kecil dan karenanya tidak terlalu jauh dari status quo. Hasil keputusannya diperoleh melalui proses tawar-menawar yang melelahkan dan persuasif melalui perdebatan dan negosiasi. Dalam persidangan badan perwakilan rakyat, metoda ini paling banyak digunakan, bahkan juga dikalangan birokrasi apabila mereka membahas anggaran.
-       Metoda peninjauan gabungan (mixed scanning).
Metoda ini menawarkan suatu kompromi antara keputusan resional dan inkrementalisme. Maksud kompromi di sini ialah bahwa para pengambil keputusan dimungkinkan membuat keputusan-keputusan besar yang mempunyai dampak jangka panjang, dan juga keputusan-keputusan dengan ruang lingkup terbatas. Mereka dapat menggabungkan kedua perspektif tersebut, yaitu yang berjangka panjang dan luas dengan yang sempit bertahap dengan maksud mencegah mereka membuat keputusan inkremental yang kurang melihat jauh ke depan.
-       Metode agregatif (aggregate methods).
Metoda ini mencakup antara lain teknik delphi dan teknik-teknik pengambilan keputusan yang berkaitan. Sering kali metoda ini memanfaatkan konsultan dan tim-tim staf yang bekerja keras dalam merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan politik. Konsensus dan peran serta merupakan karakteristik utama dari metode agregatif.
-       Metoda keranjang sampah (the gerbage-can) atau model pembuatan non-keputusan (nondecision-making model).
Model ini dikembangkan oleh March dan Olsen. Dalam model keranjang-sampah menolak model rasional, bahkan rasional-inkremental yang sederhana sekalipun. Ia lebih tertarik pada karakter yang ditampilkan dalam pengambilan keputusan, pada isu yang bermacam-macam dari peserta pengambil keputusan, dan pada masalah-masalah yang timbul pada saat itu. Sering kali keputusan yang diambil tidak direncanakan sebagai akibat dari perdebatan dalam kelompok. Dalam membahas alternatif-alternatif, justru yang paling banyak diungkapkan ialah tujuan dan sasaran, tetapi tidak mengevaluasi cara terbaik untuk mencapai tujuan dan sasaran itu. Pembahasan tentang pengambilan keputusan diwarnai oleh kepetingan pribadi, klik, persekutuan, mitos, konflik, pujian dan tuduhan, menggalang persahabatan baru, melepas ikatan lama, mencari kebenaran dan menampilkan kekuasaan.


PEMECAHAN MASALAH DAN KONTROL KUALITAS


8.1.   Pengantar

Pada pengelolaan sistem manajemen, termasuk di dalamnya manajemen tambang, kita dihadapkan kepada adanya tuntutan perbaikan secara terus menerus, yang salah satu di antaranya berkaitan dengan perumusan masalah dan proses mengatasinya. Dalam uraian ini akan dibahas suatu pendekatan yang dikembangkan dalam Total Quality Management, yaitu 8 (delapan) langkah pemecahan masalah dan 7 (tujuh) alat kontrol kualitas.


8.2. 8 (DELAPAN) LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

Dalam manajemen tambang, seperti halnya pada manajemen umumnya, perumusan akar masalah menjadi titik awal dari pencarian solusi. Maka dalam teknik 8 (delapan) langkah pemecahan masalah dikembangkan tiga bentuk tahapan besar dari proses pengambilan keputusan yang meliputi:
1.  Identifikasi masalah, meneliti apa dan bagaimana masalah yang timbul.
2.  Pengembangan alternatif-alternatif perbaikan/pemecahan masalah, yang mungkin dapat dilakukan untuk memecahkan masalah.
3.  Pemilihan alternatif yang terbaik, yang dilakukan berdasarkan kriteria yang dipergunakan.

Kemudian ditambah dengan langkah evaluasi atas keputusan, yaitu sejauh mana hasil perbaikan dapat memecahkan masalah, setelah diimplementasikan.
Jika dihubungkan dengan fungsi organisasi dan tahapan proses pengambilan keputusan maka 8 (delapan) langkah pemecahan masalah itu dapat diuraikan seperti dalam Tabel 8.1.

Tabel 8.1.  Hubungan Antara Fungsi Organisasi, Proses Pengambilan Keputusan dan Delapan Langkah Pemecahan Masalah.
Fungsi Organisasi
Proses Pengambilan Keputusan
8 Langkah Pemecahan Masalah
Perencanaan
(Plan)
1.  Identifikasi masalah




2.  Pengembangan alternatif
1.  Menentukan prioritas masalah.
2.  Mencari sebab-sebab yang.
     mengakibatkan masalah.
3.  Meneliti sebab-sebab yang paling
     berpengaruh.
4.  Menyusun langkah-langkah perbaikan.
Melakukan
(Do)
3.  Pemilihan Alternatif
4.  Implementasi
5.  Melaksanakan langkah-langkah
     perbaikan.
Memeriksa
(Check)
5.  Evaluasi
6.  Periksa hasil perbaikan.
Aksi
(Action)

7.  Mencegah terulangnya masalah.
8.  Menggarap masalah selanjutnya.

Sementara itu, hasil analisis dari 8 (delapan) langkah di atas harus didasari oleh fakta dan logika yang jelas. Hal ini dikembangkan dalam konsep 7 (tujuh) alat kontrol kualitas.


8.3.  7 (TUJUH) Alat KONTROL KUALITAS

Kendala lain yang kemudian timbul adalah tentang alat bantu yang dapat dipergunakan secara tepat untuk menganalisis masalah dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu diciptakan alat-alat bantu berikut ini yang dapat dipergunakan secara mudah namun tepat untuk membantu pelaksanaan kedelapan langkah pemecahan masalah. Alat bantu yang pertama dikembangkan ialah 7 (tujuh) alat pengendali kualitas (7 QC tools), yaitu  :
1.  Lembar periksa (Checksheet).
2.  Diagram Batang (Histogram).
3.  Diagram Pareto.
4.  Diagram sebab-akibat.
5.  Pengelompokan (stratifikasi).
6.  Diagram tebar (scatter diagram).
7.  Grafik dan peta kendali.

8.3.1. Lembar Periksa (Check Sheet)

Alat ini berupa lembar pencatatan data secara mudah dan sederhana sehingga menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengumpulan data tersebut. Umumnya lembar periksa ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa sehingga pencatat cukup memberikan tanda pada kolom yang telah tersedia dan/atau memberikan keterangan seperlunya.

Suatu contoh penggunaan lembar periksa dalam melakukan identifikasi permasalahan adalah seperti yang akan diperlihatkan berikut ini. Bentuk lembar periksa yang dibuat bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan data yang diperlukan. Tinjauan permasalahan antara lain dapat memperhatikan faktor pekerja, peralatan, lingkungan kerja, dan sebagainya.

Contoh lembar periksa :
          Daftar pertanyaan untuk kondisi umum suatu tambang


Faktor

Keterangan
Nama perusahaan / lokasi tambang
…………………………………………./ …………………………………
Tambang Terbuka atau Tambang Bawah Tanah
     TT               TBT
Mekanik atau Manual
     ME               MA
Bahan galian yang ditambang

Jarak tambang ke stock pile
.........................km
Dll.


        
        
8.3.2.  Diagram Batang (Histogram)

Merupakan diagram batang yang berfungsi untuk menggambarkan bentuk distribusi sekumpulan data yang biasanya berupa karasteristik mutu.

Diagram histrogram ini dapat dibuat dengan cara membentuk terlebih dahulu tabel frekuensinya, kemudian diikuti dengan perhitungan statistis, baru kemudian memplot data ke dalam diagram histogram. Hasil plot data akan memudahkan dalam menganalisis kecenderungan sekelompok data.

Pada contoh berikut ditampilkan diagram histogram yang menggambarkan kadar (%) abu dari setiap sampel batubara. Sumbu x menunjukkan selang kadar abu dalam sampel dan sumbu y menunjukkan frekuensi (banyaknya sampel) yang mempunyai kadar abu tertentu.



Suatu diagram/grafik yang menjelaskan hirarki dari masalah-masalah yang timbul, sehingga berfungsi untuk menentukan prioritas penyelesaian masalah.

Urutan-urutan prioritas perbaikan untuk mengatasi permasalahan dapat dilakukan dengan memulai pada masalah dominan yang diperoleh dari diagram pareto ini. Setelah diadakannya perbaikan dapat dibuat diagram pareto baru untuk membandingkan dengan kondisi sebelumnya.

Berikut ini adalah contoh penggunaan diagram pareto dalam mengidentifikasi masalah tidak tercapainya target waktu edar (circle time) dari truk pengangkut batubara pada sebuah tambang.

Dari hasil pengumpulan data diperoleh  hasil seperti pada Tabel 8.2.

Tabel 8.2.  Hasil Pengumpulan Data Penyebab Tidak Tercapainya Target Waktu Edar dari 26 Unit Truk Pengangkut Batubara
No.

Penyebab

Jumlah
%
A.
Ban pecah
6/ bulan
23,1%
B.
Tergelincir karena hujan
12/bulan
46,2%
C.
Operator tidak mahir
5/bulan
19,2%
D.
Kondisi truk tidak mengizinkan untuk mencapai kecepatan optimum
3/bulan
11,5%


Diagram ini sering juga disebut dengan diagram tulang ikan karena menyerupai bentuk susunan tulang ikan. Bagian kanan dari diagram biasanya menggambarkan akibat atau permasalahan, sedangkan cabang-cabang tulang ikannya menggambarkan penyebab-penyebabnya. Pada umumnya bagian akibat pada diagram ini berkaitan dengan masalah kualitas. Sedangkan unsur-unsur penyebab biasanya terdiri dari faktor-faktor manusia, material, mesin, metode dan lingkungan.
Gambar 8.3. menunjukan contoh diagram sebab-akibat untuk masalah terjadinya antrian truk menunggu alat muat di permuka kerja (front).

8.3.5. Pengelompokan (Stratifikasi)

Merupakan suatu usaha untuk mengelompokkan kumpulan data (data kerusakan, fenomena, sebab-sebab, dan lain sebagainya) ke dalam kelompok-kelompok yang mempunyai karakteristik sama.

Dasar pengelompokkan sangat tergantung pada tujuan pengelompokkan, sehingga dasar pengelompokkan dapat berbeda-beda tergantung pada permasalahan.

Dua aspek pokok pembuatan pengelompokan adalah berdasarkan  ;
1.  Sumber.
2.  Hasil.
Di dalam pengendalian kualitas, pengelompokan terutama ditujukan untuk
a.  Mencari faktor penyebab utama kualitas secara mudah.





b.  Membentuk pembuatan diagram tebar.
c.  Mempermudah pengambilan kesimpulan di dalam penggunaan peta kontrol.
d.  Mempelajari secara menyeluruh masalah yang dihadapi.


Suatu diagram yang menggambarkan hubungan antara dua fakor dengan memplot data dari kedua faktor tersebut pada suatu grafik. Dengan diagram ini kita dapat menentukan korelasi antara suatu sebab dengan akibatnya.

Perhitungan korelasi dapat dilakukan dengan menggunakan regresi atau dengan metode nilai tengah.
Ada beberapa jenis korelasi yang dapat terlihat dari digram tebar ini, yaitu:
1.  Korelasi positif (positive correlation), jika nilai faktor penyebab bertambah besar, nilai faktor akibat juga bertambah besar (nilai koefisien korelasi mendekati positif 1).
2.  Mungkin korelasi positif (positive correlation may be present), jika terdapat kecenderungan korelasi positif tetapi memiliki sebaran data yang besar (nilai koefisien korelasi kecil tetapi masih positif).
3.  Korelasi negatif (negative correlation), jika terdapat kecenderungan korelasi negatif tetapi memiliki sebaran data yang besar (nilai koefisien korelasi kecil dan negatif).
4.  Tak berkorelasi (no correlation), jika sebaran data sangat besar (nilai koefisien korelasi mendekati 0).

Berikut ini diberikan contoh diagram tebar antara waktu edar truk dan perubahan jarak angkut. Dari hasil plot data terlihat kecenderungan adanya korelasi positif antara waktu edar dengan berubahnya jarak angkut.

Grafik adalah suatu bentuk yang terdiri dari garis-garis yang menghubungkan dua besaran tertentu.
Grafik terdiri dari tiga jenis, yaitu :
1.  Garis (line graph).
2.  Batang (bar graph).
3.  Lingkaran (circle graph).

Peta kendali adalah suatu bentuk grafik dengan batasan-batasan yang berguna dalam menetapkan pengambilan keputusan dalam pengendalian mutu secara statistik.

Dalam peta kendali batasan-batasan diperoleh dari perhitungan statistik dengan perhitungan simpangan dan rata-rata dari data yang dikumpulkan.




No comments:

Post a Comment